Pemkab Karawang Tetapkan Status Tanggap Darurat Banjir

Pemerintah Kabupaten Karawang di Provinsi Jawa Barat menetapkan status tanggap darurat bencana setelah banjir melanda 18 kecamatan di wilayahnya

KARAWANG (pelitaindo.news) – Pemerintah Kabupaten Karawang di Provinsi Jawa Barat menetapkan status tanggap darurat bencana setelah banjir melanda 18 kecamatan di wilayahnya.

Menurut Sekretaris Daerah Kabupaten Karawang Acep Jamhuri di Karawang, Selasa, Bupati Karawang Cellica Nurrachadiana memutuskan penetapan status tanggap darurat bencana guna mengoptimalkan penanganan banjir di wilayah Kabupaten Karawang.

Menurut data pemerintah daerah hingga Senin malam (27/2) banjir telah melanda 52 desa dan tiga kelurahan di 18 wilayah kecamatan di wilayah Kabupaten Karawang.

Curah hujan tinggi menyebabkan air Sungai Cibeet, Citarum, Cikaranggelam, dan Ciherang meluap dan membanjiri daerah sekitarnya.

Banjir menyebabkan permukiman, kawasan perkantoran, sarana pendidikan, tempat ibadah, jalan, dan persawahan tergenang.

Acep mengatakan bahwa pemerintah daerah sudah mendistribusikan bantuan makanan, pakaian, selimut, dan tenda darurat kepada warga yang terdampak banjir.

Pemerintah Kabupaten Karawang juga sudah membangun posko untuk mendukung penanganan warga yang terdampak banjir.

“Dibuatkan posko evakuasi, sentralnya di Kantor BPBD Karawang. Jadi silakan untuk masyarakat bisa mendapatkan informasi di sini, bisa mulai melalui pemerintah desanya atau camat,” kata Acep.

Selain itu, Pemerintah Kabupaten Karawang berupaya mengatasi luapan air Sungai Cibeet, Citarum, Cikaranggelam, dan Ciherang. Sebelumnya, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat pada minggu terakhir di bulan Februari 2023, kejadian bencana hidrometeorologi basah naik dibandingkan pekan sebelumnya.

Pelaksana tugas Kepala Pusat Data, Informasi, dan Komunikasi Kebencanaan BNPB Abdul Muhari dalam Disaster Briefing diikuti di Jakarta, Senin, mengatakan periode tersebut tercatat pada 20-26 Februari 2023.

“Di akhir Februari ini kita ada kenaikan sedikit, ada banjir 29 kali, longsor 13 kali, cuaca ekstrem 13 kali, ada kebakaran hutan dua kali. Banjir paling banyak masyarakat terdampak,” ujar Abdul.

Sementara kejadian cuaca ekstrem, menurut Abdul, paling banyak menimbulkan kerusakan pada rumah-rumah. Biasanya terjadi pada masa peralihan musim hujan ke kering atau musim kering ke hujan.

“Sifatnya angin kencang baik dengan ataupun tidak disertai oleh hujan, ini juga cukup merusak terutama bagian atas dari rumah atau bangunan,” kata dia.

Melihat distribusi spasialnya terutama pada pulau Jawa dalam dua hari terakhir ini, distribusi bencana hidrometeorologi basah mulai dari banjir, puting beliung, dan kemudian tanah longsor.

Abdul mengatakan tren cuaca mulai bergeser menjadi angin puting beliung, atau cuaca ekstrem. Angin kencang sudah mulai dominan, meskipun hujan, karena banjir di beberapa tempat kemarin juga dipengaruhi oleh kondisi-kondisi regional.

“Khusus di DKI Jakarta, Sabtu-Minggu khususnya dari malam Minggu sampai malam Senin,  ada hujan menerus dan ada genangan di beberapa tempat. Tapi informasi terakhir yang kita dapatkan dari BPBD DKI Jakarta sudah mulai surut, hanya Kota Bekasi yang belum surut karena ada luapan dari Sungai Citarum,” ujar Abdul.

Situasi Kota Bekasi per 26 Februari 2023 itu masih belum surut, dan diharapkan bisa segera tertanggulangi. Sebab luapan dari Sungai Citarum ke Bekasi dan Karawang harus dijaga debitnya, yang dikhawatirkan akan menjadi masalah yang bisa memperlambat surutnya banjir.

Sementara laporan banjir dari Kabupaten Dompu, NTB, cukup banyak kepala keluarga (KK) yang terdampak. Laporan terakhir ada eskalasi kejadian.

Selain itu, kejadian bencana di Kalimantan cukup sedikit kejadiannya, hanya mulai ada kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Kalimantan Utara dan di Sulawesi masing-masing satu kejadian. *(Ant)