JAKARTA (pelitaindo.news) – Majelis Hakim PN Sorong yang di ketuai Beauty Deitje Elisabet, SH, MH dan dua anggota yaitu Bernandus Pependang dan Rivai Rasyid Tukuboya Senin (17/07) memutuskan terdakwa I Ardila Rahayu Pongoh selaku istri korban Brigpol Yones Fernando Siahaan anggota brimob Soronh dan terdakwa II Abdullah Pongoh selaku paman Ardila masing 20 tahun untuk terdakwa I dan untuk terdakwa II 18 tahun jauh dari tuntutan Jaksa masing-masing seumur hidup.
Kedua terdakwa dituntut dengan pasal 340 KHUH Pidana yakni pembunuhan berencana. Menurut JPU dan Majelis hakim telah terjadi pembunuhan berencana bukan mati karena bunuh diri gantung diri seperti yang dilaporkan istri almarhum kepada Polisi.
Kasus ini sempat berlarut-larut karena dianggap kurang bukti dan anak putra satu-satunya dianggap tak layak sebagai saksi meskipun anak pada saat kejadian melihat dan mendengar kejadian itu…akhirnya kasus pembunuhan anggota Brimop parkir di Polres Sorong selama tiga tahun meskipun kedua pelaku sudah dotetapkan sebagai tersangkah namun tidak ditahan.
Melihat kasus ini bertele tele meskipun sudah ada para saksi ahli forensik dan psikolog, Komnas Perlindungan Anak datang menemui Polres Sorong, Kajari Sorong untuk menyakinkan bahwa anak berdasarkan artikel 10 Konvensi PBB Hak Anak (CRC) tahun 1989 dan ketentuan 15 UU RI No. 35 Tahun 2014 bahwa anak bisa menjadi saksi. Namun penyidik dan Jaksa tak bergeming.
Dengan berlarut-larutnya kasus ini dan menjadi polemik, akhirnya Komnas Perlindungan Anak meminta Kapolda Papua Barat untuk mengambil ali perkara ini dan memastikan bahwa anak sebagai saksi yang melihat dan mendengar perkara ini perlu didalami bersama psikolog dan tim dari LPSK, dari dasar itu akhirnya Polda Papua Barat bersama tim Direskrimum menahan Ardila dan Abdullah Pongoh, demikianlah disampaikan Arist Merdeka Sirait Ketua Umum Komnas Perlindungan Anak dalam keterangan pers yang di Jakarta Senin (17/07) selepas mendengar putusan melalui jaringan internet.
Lebih lanjut Arist Merdeka Sirait, dari keputusan Majelis Hakim atas perkara yang di putuskan majelis Hakim PN Sorong ada cacatan penting dalam tuntutan JPU dan putusan Majelis Hakim bahwa anak dapat dijadikan sebagai saksi kunci atas perkara ini, selain itu putusan Msjelis Hakim juga telah memulihkan keluarga.
Keputusan Majelis Hakim PN Sorong ini telah menjadi Yurisprudensi atas perkara serupa bahwa anak dapat dijadikan sebagai saksi.
Untuk kerja keras JPU Kejari Sorong untuk menyusun tuntutan fakta yang terjadi dan Majelis Hakim yang telah memeriksa perkara ini dengan teliti dan berhikmat, demikian juga kepada Kapolda Papuan Barat dan jajaran Direskrimum Polda Papua Barat, Komnas Perlindungan Anak memberikan apresiasi dan terima kasih sedalam-dalamnya.
Untuk ibu Ardila Komnas Perlindungan Anak prihatin atas putusan Majelis Hakim disatu sisi terpisah dari anak, namun dari sisi lain, konsekuensi hukum harus dijalani, tambah Arist prihatin. *(Nuridin)