Mendiskusikan HIMASAL Brebes Merespon Masa Depan Lulusan Pesantren

Oleh : Akhmad Sururi

Ramainya bursa calon Ketua Umum HIMASAL Brebes di WAG menjadikan suasana semakin menarik. Sekalipun yang ramai hanya beberapa orang (kurang dari sepuluh) namun minimal sudah mengisi ruang grup WA dengan tema postingan calon ketua HIMASAL. Lebih dari itu tentu akan melahirkan beberapa analis framing dari beberapa alumni yang sempat membaca grup WA.

Terlepas dari analis framing yang muncul dengan langgam dunia santri goyunnya, tulisan ini hadir untuk mendiskusikan masa depan alumni pasca terbitnya legalitas pesantren dalam bentuk UU Pesantren. Hal ini sangat terkait dengan siapa dan seperti apa yang diharapkan oleh alumni dalam rangka membawa gerbong HIMASAL Brebes kedepan ?

HIMASAL sebagai lembaga dengan kepengurusanya memiliki tujuan yang dilakukan dengan pergerakan (misi). Secara teknis misi tersebut diwujudkan dengan program kegiatan baik jangka panjang atau jangka pendek. Keduanya menjadi satu paket dalam program dengan pola top down (program dari pusat turun ke bawah) dan inovasi serta kreasi dari pengurus setiap tingkatan masing masing.

Sebagai ormas berbasis Pesantren tentu lebih mengedepankan “sam’an wa tho’atan” kepada Dzuriyah atau Pengasuh Pesantren. Namun demikian hal tersebut tidak berarti memasung kreativitas dan inovasi untuk kemajuan sebuah organisasi.Lebih lebih dihadapkan dengan situasi dan kondisi dunia luar yang mengalami perubahan secara drastis. Tentu hal tersebut menuntut untuk proses adaptasi agar eksistensi organisasi senyawa dengan perkembangan zaman sebagai bagian dari “wal akhdzu bil jadidil ashlah” (inovasi).

Pasca Pemerintah memberikan legalitas kepada dunia pesantren melalui UU No 18 tahun 2019 tentang Pesantren, maka peran alumni sebagai lulusan Pesantren tidak lagi di pinggiran. Karena legalitas formal sudah mendapatkan pengakuan dari negara. Dengan demikian alumni dengan kompetensinya dapat memasuki pada pusaran pemerintah ditataran paling bawah (desa) sampai dengan pusat.

HIMASAL yang berkedudukan di Kabupaten memiliki kekuatan untuk berkomunikasi dengan pemerintah daerah dalam rangka pengakuan legalitas lulusan Pesantren. Hal ini tertuang dalam Perda dan Perbup sebagai tindakan lanjut dari pelaksanaan UU Pesantren. Hal ini sangat penting agar lulusan Pesantren Lirboyo mendapatkan pengakuan legalitas untuk mengisi ruang di pemerintahan tingkat daerah sesuai dengan kompetensinya. Ini tentu sejalan dengan amanat UU Pesantren sebagai aspek yuridis nasional.

Oleh karena itu komunikasi lintas jaringan sangat dibutuhkan untuk memperkuat masa depan alumni Pesantren. Jaringan (network) tidak sebatas dengan lembaga pemerintah namun merambah pada lembaga yang memiliki visi yang sama dengan ideologi dan tradisi Pesantren. Untuk mewujudkan hal tersebut dibutuhkan kesepahaman secara internal dalam menyatukan persepsi pergerakan HIMASAL. (*)

www.youtube.com/@anas-aswaja