SEMARANG (pelitaindo.news) – Ketua Komnas Perlindungan Anak Artist Merdeka Sirait angkat bicara terkait viralnya kasus pencabulan anak yang pelakunya notabene masih berusia 10 tahun dengan memakan korban dua sekaligus diantaranya berusia 7 tahun dan 6 tahun, yang terjadi di Kp. Segeni RT 05 RW 01 Desa Pagersari Kec Bergas Kab Semarang Jawa Tengah Juni 2022 Silam, meskipun saat ini kasusnya sudah dilakukan penetapan oleh PN Kab. Semarang atas rekomendasi dari PPA Polres Semarang dan berbagai pihak diantaranya Dinsos, Bapas, DP3AP2KB, dan LPSK serta pelakunya sudah kembali bersama keluarga pasca melakukan rehabilitasi di pusat rehabilitasi Antasena Magelang selama enam bulan, akan tetapi keluarga korban merasa tidak mendapatkan keadilan dikarenakan terkait penetapan yang dilakukan tanpa adanya tandatangan kedua orang tua korban.
Kasus ini pun sempat menarik perhatian dari Bupati Kab. Semarang melalui Kadis Kominfo serta DPRD Kab Semarang yang menerima surat audensi dari media online penajournalis.com sesuai keinginan pihak keluarga korban yang menginginkan audensi guna menyampaikan curhatan hati mereka kepada para wakil rakyatnya guna meminta keadilan yang seadil-adilnya serta memohon bantuan untuk permohonan pengajuan restitusi dan kompensasi sesuai dengan Perma No 1 Tahun 2022.
Dalam hal ini, Arist Merdeka Sirait selaku Ketua Umum Komisi Nasional Perlindungan Anak menyampaikan, “Kasus anak berkonfilik dengan hukum yang melibatkan Anak sebagai pelaku maupun korban di Semarang, Jawa Tengah harus menjadi pelajaran berharga bagi aparat pengak hukum, orangtua dan pemerintah dalam merespon kasus anak berkonflik dengan hukum. Kasus anak berhadapan hukum seperti ini dimamana pelakunya kurang dari 12 tahun usia banyak terjadi.
Kasus ini sudah harus menjadikan dasar dan momentum bagi pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat DPR RI untuk melakukan segera Revisi terhadap UU RI Nomor 11 Tahun 2014 tentang Sistim Peradilan Pidana Anak (SPPA) dengan mendefinisikan mana yang merupakan kenakalan dan kejahatan anak, mana tindak pidana rngan dan berat, bagaimana mengimplementasi pendekatan diversi maupun keadilan Restorasi (RJ) dan batasan usia anak melakukan tindak pidana termasuk juga mengenai implementasi hak atas testritusi bagi korban.
“Untuk kasus ini, sudah saatnya anak sungguh mendapat hak pemulihan dan rehabilitasi sosial fanhak restritusi,” ujar Arist Merdeka.
“Untuk mengetahui informasi yang akurat untuk dijadikan rekomendasi Revisi UU SPPA dan hak restriusi korban dalam waktu dekat Komnas Perlindungan anak ingin mengundang korban dan pelaku,” tambah Arist. (Asep NS)