Stafsus Menag : Pernikahan Usia Anak di Jawa Timur Tertinggi di Indonesia

Stafsus Menag H. Wibowo Prasetyo bersama Kepala Kanwil Kemenag Jabar H. Ajam Mustajam

BANDUNG (pelitaindo.news) – Indonesia masih dihadapkan pada segudang masalah perkawinan usia anak. Hingga saat ini ratusan ribu anak-anak di bawah usia 17 tahun telah melangsungkan perkawinannya dengan berbagai alasan. Salah satu penyebab adalah persoalan ekonomi keluarga. Jawa Timur adalah provinsi dengan angka pernikahan usia anak tertinggi di tingkat nasional. Angkanya mencapai 16.653 pernikahan anak pada tahun 2023.

Demikian dikatakan Wibowo Prasetyo, Staf Khusus (Stafsus) Menteri Agama Bidang Media dan Komunikasi Publik pada Dialog Isu-Isu Aktual Bimas Islam Kemenag RI di Skyline Best View Resto Bandung, Rabu (29/5/2024).

Menurut Wibowo, ada berbagai penyebab terjadinya pernikahan usia anak. Diantaranya kondisi ekonomi keluarga yang kekurangan, pergaulan bebas, adanya sistem budaya dan penyebab lainnya. Ia mencontohkan, seperti yang terjadi di masyarakat pedesaan adanya pemahaman bahwa apabila ada anak gadis sudah akil baligh atau usianya sekitar 13 tahun diperbolehkan untuk menikah. Sementara berdasarkan Undang Undang Nomor 16 Tahun 2019 batas usia minimal usia menikah baik pria maupun wanita adalah 19 tahun.

Wibowo memandang bahwa anak-anak kita harus menatap masa depan yang lebih baik dan perlu sekolah dan lain sebagainya. Sejauh ini Kementerian Agama melalui Bimas Islam sudah melakukan bimbingan pra-nikah kepada anak usia sekolah.

“Sampai saat ini pada tahun 2023, Kementerian Agama telah memberikan bimbingan remaja usia sekolah (BUS) mencapai 64.435 remaja,” ujarnya.

Selain itu, Kemenag juga memberikan bimbingan kepada keluarganya. Tercatat sudah ada sekitar 1763 keluarga sudah diberikan bimbingan. Kemenag juga melibatkan peran serta masyarakat salah satunya kerjasama dengan Gerakan Keluarga Maslahat Nahdlatul Ulama (GKM-NU) yang sudah mencapai sasarannya sebanyak 2.662.950 keluarga.

Diketahui, pernikahan dini memiliki beberapa dampak yang dapat membahayakan, utamanya bagi perempuan. Dampak yang pertama merupakan dampak bagi kesehatan jasmani.

Bersumber dari Kementerian Kesehatan bahwa kondisi rahim wanita yang masih terlalu dini dapat menyebabkan kandungan menjadi lemah dan sel telurnya masih belum sempurna sehingga berkemungkinan menyebabkan anak lahir prematur atau cacat.

Dampak selanjutnya adalah dampak terhadap psikologis. Remaja merupakan masa ketika emosi pada seseorang belum stabil, selain itu juga merupakan masa pencarian jati diri.

Kondisi emosi yang masih belum stabil ini dapat menyebabkan banyak konflik yang terjadi di rumah tangga dan dapat berujung perceraian jika masing-masing tidak dapat mengendalikan diri. *(Red)

www.youtube.com/@anas-aswaja