SORONG (pelitaindo.news) – Kasus hubungan seksual sedarah yang dilakukan Rudi (57) terhadap putri kandungnya semenjak usia 15 tahun yang dilakukannya sejak tahun 2013, di Banyuwangi, Jawa Timur adalah perbuatan dan tindak pidana serius, luar biasa dan tidak dapat dibenarkan oleh hukum dan akal sehat manusia.
Dengan demikian Rudi ayah kandung korban patut dihukum sesuai dengan perbuatannya. Perilaku dan tindak pidana pelaku tidak bisa dibiarkan, apapun alasan hukumnya, perbuatan pelaku dapat dijerat dengan hukuman seumur hidup sebab tindakan pelaku merupakan tindak pidana luar biasa dan diakui pelaku Rudi tindakan incest terhadap Putri kandung dilakukannya diikuti membunuh janin hasil hubungan seksual sedarah dengan korban lalu membuang dan mengubur bayi atau janin di halaman dan di areal kebunnya tempat tinggal barunya, demikian disampaikan Ketua Umum Komisi Nasional Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait dalam keterangan persnya di Sorong, Selasa (27/06) selepas menghadiri Sidang pembacaan Tuntutan JPU atas perkara pembunuhan seorang anggota Brimob di Sorong di hadapan anaknya sebagai saksi.
Arist Menambahkan, Rudi sang ayah predator seksual terhadap anak kandungnya saat ini telah ditahan dan ditahan di Polres Banyuwangi dan pelaku telah ditetapkan menjadi tersangka untuk dimintai pertanggungjawan hukumnya.
Arist menambahkan dalam keterangan persnya, atas kasus ini, tidak ada toleransi bagi Pelaku sebab kasus ini merupakan kasus pidana luar biasa.
Menurut hasil investigasi Komnas Perlindungan Anak, korban yang sudah usia 25 mengalami stress berat semenjak kasus ini terungkap dan viral ke publik.
Peristiwa incest yang terjadi sejak tahun 2013 ini semula tertutup rapi, namun warga mulai curiga terhadap gerak gerik lelaku dan mengancam istrinya untuk tidak memberitahukan kepada orang dan membuat istrinya dibwak ancaman dari Pelaku. Semenjak itulah istrinya meninggal pelaku dan Korban.
Kemudian itu mengelabui warga, pelaku mengajak putrinya pindah dan tinggal di desa lain dan menghuni sebuah gubuk di salah satu kebunnya, disanalah kasus incest ini berlangsung bertahun-tahun dan semua janin hasil hubungan seksual sedarah dikuburkan.
Ada 7 kerangka bayi yang ditemukan di areal kebun hasil hubungan seksual sedarah semenjak tahu 2013 di Purwokerta Selatan, Banyuwangi.
Untuk memastikan peristiwa ini sungguh terjadi, Komnas Perlindungan Anak Banyuwangi diminta umtuk mengawal proses hukum dan memberikan bantuan terapy psikososial bagi korban.
Demi keadilan hukum bagi korban, Arist Merdeka mendukung Polres Banyuwangi menjerat dengan ketentuan pasal 82 UU RI No. 17 Tahun 2016, tentang penerapan UU RI No. 01 tahun 2016 tentang Penerapan UU RI No. 01 Tahun 2016 tentang perubahan kedua atas UU RI No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak junto dengan UU RI No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dan mengingat kasus ditemukan 7 kerangka bayi dan telah diakui pelaku kepada penyidik ini merupakan penghilangan paksa hak hidup anak dan serangan seksual paksa dengan bentuk insest, oleh karenanya pelaku patut dihukum dengan hukuman maksimal seumur hidup bahkan dapat dihukum dengan hukuman mati.
Kasus serupa jangan terjadi lagi, oleh sebabnya Komnas Perlindungan Anak mendesak Pemerintahan Kabupaten Banyuewangi menggunakan momentum menjadi dasar mendorong warga masyarakat. Purwokerto Selatan dan Banyuwangi untuk bersama membangun gerakan memutus mata Rantai kekerasan seksual dan segala bentuk praktek pelanggaran hak anak.
Atas kerja keras dan cepat mengu gkap kasus incest diikui penghilangan paksa hak hidup terhadap tujuh bayi hasil hubungan seksual sedarah ini.
Komnas Perlindungan Anak sebagai institusi Perlindungan anak independen di Indonesia, memberikan apresiasi kepada Polres Banyuwangi dan jajaran penyidik Satreskrim Polres Banyuwangi.
“Untuk mengawal kasus ini dan membantu tim Litigasi dan Advokasi Komnas Anak Banyuwangi, segera melakukan kordi asi dengan aparat penegak hukum dan para aktivis pelindung anak di Purwokerto dan Banyuwangi,” tambah Arist dalam keterangan persnya. *(Nuridin)