Penggelapan termasuk salah satu tindak pidana, yang sebagaimana dalam Pasal 372 KUHP. Apa itu penggelapan? Jika merujuk Kamus Besar Bahasa Indonesia, penggelapan memiliki artian cara, perbuatan atau proses menggelapkan. Sedangkan berdasarkan hukum yang berlaku di Indonesia, yang dimaksudkan dengan penggelapan sudah diatur dengan jelas dalam Pasal 372 KUHP.
Pasal 372 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) berbunyi: “Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain, tetapi yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan diancam karena penggelapan, dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah”.
Pasal 374 KUHP berbunyi: “Penggelapan yang dilakukan oleh orang yang penguasaannya terhadap barang disebabkan karena ada hubungan kerja atau karena pencarian atau karena mendapat upah untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun”.
Jadi, jika penggelapan yang dilakukan tersebut termasuk dalam penggelapan dalam jabatan atau karena pekerjaannya atau dikarenakan orang tersebut menerima upah, maka aturan yang digunakan bukan Pasal 372 KUHP melainkan Pasal 374 KUHP dengan ancaman penjara paling lama 5 tahun.
Selain itu, Pasal 375 KUHP berbunyi, “Penggelapan yang dilakukan oleh orang yang karena terpaksa diberi barang untuk disimpan, atau yang dilakukan oleh wali pengampu, pengurus atau pelaksana surat wasiat, pengurus lembaga sosial atau yayasan, terhadap barang sesuatu yang dikuasainya selaku demikian, diancam dengan pidana penjara paling lama enam tahun”.
Pasal 378 KUHP berbunyi. “Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi hutang rnaupun menghapuskan piutang diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama empat tahun”.
Unsur Pasal 372 KUHP.
Suatu tindakan disebut sebagai tindak pidana penggelapan, maka perlu ada unsur yang mendasari hal tersebut. Unsur tersebut antara lain unsur subjektif dan unsur objektif. Unsur subjektif, bahwa tindakan yang dillakukan merupakan perbuatan yang dengan sengaja guna menggelapkan barang orang lain, dalam hal ini dijelaskan dalam pasal dengan adanya kata-kata “dengan sengaja”. Sedangkan Unsur objektif juga ada unsur pasal 382 KUHP dan penjelasannya yaitu unsur objektif yang didalamnya seperti:
- Unsur suatu benda,
- Unsur menguasai secara melawan hukum,
- Unsur barang siapa,
- Unsur seluruhnya milik orang lain atau sebagian,
- Unsur kepemilikan benda tersebut bukan karena kejahatan.
Unsur subjektif atau unsur dengan sengaja tersebut merupakan satu-satunya unsur subjektif yang melekat dalam diri pelaku tindak pidana. Bisa dikatakan bahwa untuk menyatakan seseorang merupakan pelaku dari tindak penggelapan yang dijelaskan pada Pasal 372 KUHP, tindakan penggelapan perlu memenuhi unsur di atas.
Bagaimana ancaman pidana Pasal 378 dan 372 KUHP? Sekilas, tindak pidana penggelapan dan penipuan bisa dikatakan hampir sama. Namun kedua tindak pidana tersebut dijelaskan atau memiliki dasar hukum yang berbeda.
Ancaman hukuman untuk penipuan adalah 4 tahun penjara. Ancaman hukuman ini sama halnya dengan tindak pidana penggelapan pada Pasal 372 KUHP yang ancaman hukumannya adalah paling lama 4 tahun penjara.
Lalu, apa perbedaan penggelapan dan penipuan? Berdasarkan isi dari Pasal 372 Kuhp dan 378 KUHP, maka bisa disimpulkan bahwa penggelapan hanya terbatas pada uang atau barang dan sudah dikuasai oleh orang lain tanpa melawan hukum sedangkan yang dimaksudkan dengan penipuan adalah objeknya (tidak terbatas pada benda atau uang) berpindah secara melawan hukum dengan cara memperdaya korban agar memberikan atau menghapuskan hutang.
(Kantor Hukum Bernard Simamora dan Rekan)