Metamorfosis Pergerakan Santri Putri Salaf di Kab Brebes

Oleh : Akhmad Sururi (Inisiator Pesantren Ramadlan di Kab Brebes)

Tulisan ini berangkat dari rentang waktu tiga tahun Penulis mendampingi kegiatan santri Putri Pondok Pesantren Salaf pada beberapa lembaga pendidikan formal di Kab Brebes. Kegiatan tersebut  secara rutin dilaksanakan  pada bulan Ramadlan dengan sebuatan Pesantren Ramadlan atau dulu disebut dengan Pesantren Kilat.  Durasi kegiatan selama bulan Ramadlan tidak lebih dari satu minggu. Dengan demkian waktu yang singkat itu secara khusus pembelajaran fokus pada Ibadah dan Aqidah.

Kegiatan ini dilatarbelakangi oleh beberapa pemikiran antara lain, minimnya pengetahuan, pemahaman dan pengamalan nilai ajaran agama Islam bagi peserta didik di lembaga formal. Hal tersebut karena minimnya jam tatap muka mata pelajaran PAI, sehingga pemahaman agama Islam hanya sepintas kilas. Inilah yang dimungkinkan pemahaman agama mereka akan mudah disusupi oleh Islam radikal melalui medsos atau komunitas pergaulan dengan kelompok Islam kanan atau Islam kiri.

Lebih dari itu dalam rangka mengisi liburan santri, maka kegiatan Pesantren Ramadlan menjadi pilihan bagi santri putri. Dengan demikian waktu liburan mereka di rumah digunakan dengan kegiatan yang memiliki manfaat kepada lembaga pendidikan formal. Kegiatan ini sekaligus melatih mental santri putri untuk berhadapan dengan komunitas yang berbeda.

Sebab selama ini santri salaf hanya bersentuhan dengan lingkungan pergaulan santri. Mereka sangat terbatas dalam bersosialisasi dalam pergaulan. Hal tersebut karena dogma yang selama ini berkembang membatasi mereka dalam kegiatan kegiatan tertentu yang seakan akan tidak bisa bersinggungan dengan dunia di luar komunitas mereka.

Hampir semua santri putri dari Pondok Pesantren Salaf di Kabupaten Brebes saat liburan di rumah belum bisa mengekspresikan diri untuk lebih bermanfaat kepada umat. Dalam hal ini adalah kegiatan yang bersifat rutin dan bersentuhan di luar komunitas Pesantren. Adapun kegiatan Halal bi Halal hanya terbatas di kalangan alumni dan santri dengan penyelenggaraan secara sederhana. Kegiatan yang bersentuhan dengan masyarakat secara umum belum bisa dilakukan, karena ada beberapa keterbatasan.

Mulai tahun 2022, Penulis mengajak komunitas Pesantren Putri Lirboyo untuk terjun menyebarkan ilmu Pesantren (nasrul ilmi) di lembaga pendidikan formal (SMAN 1 Brebes). Gayung bersambut, santri setuju dengan proses diskusi dan pembekalan yang cukup. Santri putri sangat antusias dan tertangtang untuk menghadapi dunia baru dalam komunitas pelajar formal.

Tahun 2024 ini kegiatan Pesantren Ramadhan sudah berkembang di beberapa lembaga pendidikan formal, semuanya ada 5 lembaga formal. Lima lembaga formal tersebut adalah, SMAN 1 Brebes, SMAN 1 Larangan, SMAN 1 Wanasari, SMK Ma’arif NU 01 Wanasari dan MI Sirojut Tholibin Rengaspendawa Kec Larangan. Seluruh komunitas pendidikan formal tersebut menyambut baik pergerakan santri putri dengan mayoritas dari Pondok Pesantren Lirboyo Kediri.

Kompetensi dan mental pendidik sudah dimiliki dengan baik oleh santri putri Lirboyo. Hal tersebut karena terlatih sejak di Pondok Pesantren dengan kegiatan musyawarah dan kegiatan lainnya yang melatih mental mereka. Hanya ketika dihadapkan dengan dunia IT yang agak sedikit ada kelemahan. Namun demikian hal tersebut tidak menyurutkan semangat mereka untuk berbagai pengetahuan. Penulis sengaja mendatangkan tim ahli IT untuk mendesain pembelajaran dengan sistem presentasi dengan laptop. Akhirnya mereka bisa belajar sedikit demi sedikit tentang IT yang selama di Pesantren jarang bersentuhan dengan laptop.

Disaat UU Pesantren digulirkan dengan tiga fungsi Pesantren (Pendidikan, Dakwah dan Pemberdayaan) maka santri yang masih aktif bisa mengisi ruang pendidikan dan dakwah di tengah tengah masyarakat, termasuk masyarakat lingkungan pendidikan. Disini lah terjadi pergerakan metamorfosis santri putri untuk bergerak lebih ekspansip merambah di luar komunitas Pesantren.

Oleh karena itu searah dengan pergerakan metamorfosis santri putri salaf yang merambah dunia formal, makan dibutuhkan inovasi dan improvisasi untuk sebuah kolaborasi dalam rangka mewujudkan fungsi Pesantren. Lebih dari itu komunikasi dan network dengan lembaga pendidikan dibutuhkan konsep yang terpadu seyampang dengan penguatan pendidikan karakter di lingkungan pendidikan formal.

Akhirnya kita berharap semoga metamorfosis pergerakan santri salaf putri yang sudah berjalan sampai tiga tahun ini (2022 – 2024) dapat menjadi pendorong bagi para pelajar dalam memahami agama (tafaquh fiddin) dan penguatan pendidikankarakter. Kehadiran pergerakan santri putri salaf yang mengisi ruang pendidikan formal akan memiliki makna dalam memberikan pemahaman Islam yang moderat. Lebih dari itu bisa membuktikan bahwa Pesantren Salaf bisa bergaul dan bersentuhan dengan lembaga pendidikan formal. (*)