MDT (Madrasah Diniyah Takmiliyah) sebagai Lembaga pendidikan memiliki kurikulum pembelajaran yang sangat beragam. Keragaman tersebut lebih disebabkan karena proses berdirinya MDT atas inisiatif masyarakat yang dikelola oleh alumni Pesantren. Sehingga kebijakan kurikulum memiliki kecenderungan mengadopsi dari Pesantren pada tingkat paling bawah.
Hal tersebut sangat beralasan karena MDT sebagai tahapan awal untuk memasuki pendidikan di Pesantren. Sebagian besar santri Pondok Pesantren sebelum mondok di rumah mengenyam pendidikan MDT. Oleh karena itu MDT menjadi persemaian awal bagi murid yang akan melanjutkan di Pesantren.
Kendatipun tidak semuanya murid MDT melanjutkan di Pesantren, namun MDT mengajarkan keilmuan yang secara geneologis bersambung dg ilmu yang dikaji di Pesantren. Guru Madin yang belajar dari Kyai di Pesantren secara sanad keilmuan dapat dipertanggungjawabkan.
Munculnya UU No 18 tahun 2019 tentang Pesantren dalam konteks regulasi memperkuat Pesantren dengan tiga fungsi, pendidikan, dakwah dan pemberdayaan. Irisan fungsi pendidikan ini menjadi garis geneologis dengan Madrasah Diniyah. Sehingga Pendidikan MDT dan Pesantren menjadi jalur utama dalam mewujudkan nilai nilai tafaquh fiddin.
Sebagai lembaga pendidikan keagamaan fungsi MDT untuk mempersiapkan peserta didik untuk dapat menjalankan peranan yang menuntut penguasaan pengetahuan tentang ajaran agama dan atau menjadi ahli ilmu agama dan mengamalkan ajaran agamanya (PP 55 tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Keagamaan)
Untuk menjalankan fungsi tersebut MDT melaksanakan kegiatan pembelajaran dengan Kurikulum yang meliputi, Qur an, Hadis, Aqidah, Akhlak, Fiqih, Tariikh, Bhs Arab dan muatan lokal. Proses pembelajaran dengan struktur Kurikulum tersebut dilaksanakan pada sore hari dengan 18 jam pelajaran dalam satu minggu. Muatan Kurikulum MDT tersebut termaktub dalam PMA No 13 tahun 2014 tentang Pendidikan Keagamaan Islam.
Dalam PMA tersebut tidak mengatur secara terperinci tentang penjabaran Kurikulum. Karena fakta di lapangan banyak MDT yang menggunakan kurikulum tradisional (kutub turos), terutama di wilayah Pulau Jawa. Sehingga regulasi Kurikulum hanya bertumpu pada muatan struktur kurikulum, belum menyentuh pada aspek bahan ajar atau sumber pembelajaran.
Selama ini sumber pembelajaran di MDT khususnya Jawa Tengah menggunakan kitab kitab kecil dengan tulisan Arab pegon. Hal ini merupakan ciri khas tradisi MDT yang berjalan sejak awal berdiri. Sebagian kecil MDT menggunakan buku yang diterbitkan oleh FKDT dengan berpedoman pada SKKD.
Terlepas dari Kurikulum MDT yang variatif (beraneka ragam) perhatian pemerintah terhadap MDT mengalami peningkatan. Hal tersebut dibuktikan dengan beberapa kegiatan yang diselenggarakan oleh Subdit Diniyah Takmiliyah Kemenag RI. Kegiatan tersebut tentu diharapkan berimbas kepada MDT secara bertahap.
Oleh karena itu sinergisitas Kemenag bersama pemerintah daerah dan kelompok masyarakat akan bisa mendorong untuk peningkatan pembelajaran di MDT serta akses layanan pendidikan diniyah secara masif. Sebab belum semua peserta didik pada lembaga formal secara otomatis masuk di MDT. Sementara pengetahuan agama yang didapatkan di sekolah formal masih sangat sedikit. Dengan demikian peran dan perhatian pemerintah disisi regulasi akan menguatkan pendidikan MDT yang berkembang di tengah tengah masyarakat. (*)