BOLEHKAN PNS MENJADI JURKAM

KH Lukman Nur Hakim, S.Psi., S.Pd. (LTN PCNU Brebes)

Di desa terpencil di sebuah kabupaten yang hanya dapat dilalui dengan jalur sungai, dan ini bukan ada di luar Jawa, tetapi ada di Jawa.

Desa yang dekat pantai namun tidak jauh dari kota.  Minim hiburan apalagi   lalu lalang kendaraan. Hanya suara mesin perahu saja yang nyaring terdengar lewat  sungai di depan rumah mereka.

Banjir rob menjadi langganan di setiap harinya, terutama di bulan Desember dan januari serta Mei dan Juni. Namun entah kenapa masyarakatnyapun tidak mau pindah walaupun hanya ada empat belas kepala keluarga saja.

Padahal pernah suatu hari saat rob besar, ada salah satu warga yang mau melahirkan. Dibawa ke rumah sakit sangat susah jalanya, akhirnya terpaksa harus melahirkan ditengah-tengah banjir air pasang rob. Dan alhamdulillah banyinya lahir normal dan sehat hingga sekarang. Tetapi tetap saja namanya tidak “banjir” seperti orang-orang dulu yang ngasih nama anaknya asal-asalan.

Di tengah masyarakat yang sedang aksik membuat perahu untuk kepentingan kebutuhan transpotasi belanja keseharaian dan menghantarkan anak sekolah.

Sambil mendengarkan musik tarling Cirebonan, terlintas dialog orang kampung yang menikmati dari pengahasilan menjadi gaet mancing mania dan memasang perangkap udang dan ikan di sungai.

Salah satu orang yang sedang istirahat sambil menyruput kopinya yang sudah hampir dingingin, berkata.

“Sedulur?..  boleh nggak Guru Pegawai Negeri Sipil (PNS) menjadi Jurkam.”

Man Wanyad yang lagi asyik memaku perahu berhenti sesaat dan langsung menjawab pertanyaan Man Jai, yang pertanyaanya di luar ranah ekpektasi para nelayan pesisir yang terisolir dan rawan akan menjadi kampung hilang kalau tidak ada penangan serius. Sedangkan teman-teman Man Jai yang sedang bekerja membuat perahu, tidak terpancing oleh Jai yang kadang ngomongnya ngawur dan nglantur.

Namun salah satu pekerja yang namanya Man Wanyad terpancing dan mengatakan “Tidak Boleh Man Jai, sebab ASN harus netral. Ikut politik praktis saja nggak boleh apa lagi menjadi Jurkam.”

Diskusi, tebak-tebakan dan ngrumpi menjadi sisi tersendiri saat sedang asyik bekerja untuk mengurangi rasa jenuh dan hiburan orang kampung yang tak mengenal hiruk pikuknya dunia politik dan tren isu-isu hangat dalam dunia maya dan gaya hidup orang kota.

Man Jai tetap ngotot “Boleh Nyad, untuk tambahan penghasilan.”

“Nggak boleh, mau dipecat apa kamu Man Jai..!” ujar  Wanyad.

“Kamu tahu enggak, apa itu jurkam Nyad.” Man Jai terus memancing Wanyad yang orangnya cepat emosional.

“Tahulah lah,” kata Man Wanyad.

“Coba apa??”

Wanyad langsung saja menjawab. “Dengarkan Man Jai, Walaupun saya orang kampung yang rumahnya sering kebanjirab rob terus, tapi tahu artinya Jurkam,”

“Iyaaa apa? Kok bicaranya tambah nglantur.”

“Arti Jurkam itu juru kampanye.”

Mendengar jawaban Man Wanyad, Man Jai langsung tertawa dan mengatakan “Salah Nyad.”

“Lohhhh,, yang namanya Jurkam, yaah juru kampanye yang dilarang bagi pegawai ASN.”

Merasa disalahkan oleh Man Jai, terlihatlah muka Man Wanyad semakin memerah dan marah besar.

Man Wanyad langsung berkata lagi;

“Saya ini orang pendidikan Man Jai, walaupun hanya menjadi nelayan kecil.” “Dari dulu sampai sekarang yang namanya Jurkam, yaaa..Juru kampanye.”

Melihat  suasana kurang baik dan Man Wanyad semakin marah-marah, terpancing oleh Man Jai.  Akhirnya Man Jai langsung membuka diri, menjelaskan arti dari Jurkam itu sendiri dalam perspektif Jai.

“Begini Nyad, Arti Jurkam itu Juragan Kambing, untuk tambahan penghasilan bagi PNS.”

“Hahahahh.. yah yah yah. Pinter kamu Jai, pandai membuat orang marah.”

Mudah-mudah pembaca menikmatinya, jangan seperti Man Wanyad yang cepat emosi.

Mongggo di udud dulu….hahahha.

*Lukmanrandusanga, Jumat (3/3/2023)