INDRAMAYU (Pelitaindo.News) – Pemerintah Desa (Pemdes) Candangpinggan Kecamatan Sukagumiwang Kabupaten Indramayu Jawa Barat diduga abaikan letak geografis wilayah dalam melaksanakan pembangunan saluran irigasi Desa (Irdes), Rabu (18/12/2024).
Pembangunan tersebut, kini menjadi dampak polemik antar desa yang memiliki hak mutlak atas kewilayahan. Diketahui bahwa, desa yang menjadi korban kepentingan proyek ulah oknum Kades yakni, diantaranya wilayah Desa Jengkok dan Gedangan juga desa Tersana.
Rawidi, Kuwu Desa Jengkok dirinya mengungkapkan, pihaknya meminta agar kondisi tanah bengkok di Desanya dikembalikan seperti semula. “Intinya pihak Pemdes Jengkok meminta agar tanah bengkok dikembalikan seperti awal dengan menghadirkan kembali alat berat,” ujarnya saat dijumpai Wartawan di Kantor Desanya, pada Rabu siang (18/12/2024).
Sikap tegas ini muncul lantaran pihak Pemdes Jengkok tidak ingin adanya persoalan dikemudian hari baik secara hukum maupun dengan masyarakat desa. Selain itu juga kades Candangpingan telah sembrono melaksanakan pembangunan tanpa adannya koordinasi terlebih dahulu.
“Kami taunya juga adanya pengaduan dari masyarakat, kalau dari pak kuwu Candangpinggn itu sendiri belum ada koordinasi,” jelasnya.
Diketahui bahwa untuk luasan tanah desa jengkok yang diserobot oleh pihak Pemdes Candangpinggan sekitar 350 meter Belum terhitung juga luasan tanah mutlak dengan status milik desa Gedangan dan Terusan.
Lalu Kades atau Kuwu Candangpinggan mengundang 3 Kuwu itu disaksikan oleh pihak Kecamatan Sukagumiwang serta pengamat perairan dengan maksud untuk lobi-lobi agar polemik ini tidak mencuat di publik.
Dalam pertemuannya Kuwu Candangpinggan, Tariya ia mengungkapkan, pembangunan tersebut dilakukan karena adanya desakan dari masyarakat agar adanya saluran perairan untuk sawah warganya yang terhambat.
“Pertama kami memohon maaf karena pembangunan dilakukan tanpa adanya koordinasi. Namun proyek ini semata-mata karena adanya permintaan dari masyarakat,” ujarnya.
Namun demikian, berbeda dengan pihak Pemdes Jengkok yang tegas menolak pembangunan tersebut, Jaelani Kuwu Desa Gedangan justru memberikan solusi berjalannya pembangunan harus disertai tanda batas wilayah (patok).
“Untuk tanah kami yang terkena pembangunan, pak kuwu Candangpinggan harus memasang patok (tanda batas) tepat posisi berada di lokasi saluran,” ungkapnya.
Pertemuan tersebut hanya ada kesepakatan secara lisan tanpa adanya berita acara yang tertuang sehingga bisa dikatakan merupakan tidak secara resmi.
Lantas, adanya dorongan ini dari sejumlah aktivis serta tokoh masyarakat Desa Jengkok yang meminta bahwa Aparatur Penegak Hukum (APH) baik dari Kejaksaan serta inspektorat agar melakukan penindakan secara tegas atas perbuatan yang diduga dilakukan oleh oknum Kades Candangpinggan. (Sn)