Modusinvestigasi.Online, Tasikmalaya – Beragam komentar terlontar dari sejumlah warga Kabupaten Tasikmalaya setelah Kejaksaan Negeri Kabupaten Tasikmalaya menetapkan 9 orang tersangka kasus pemotongan dana hibah yang berasal dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Pemerintah Kabupaten Tasikmalaya tahun anggaran (TA) 2018.
Warga menyayangkan, kasus pemotongan hibah terhadap lembaga atau yayasan keagamaan kembali terjadi di Kabupaten Tasikmalaya yang notabena sebagai kota seribu pesantren ini. Warga menilai, pemotongan bantuan itu merupakan tindakan yang keterlaluan.
Ketua KNPI Kecamatan Singaparna Zamzam J Maarif mengatakan, tindakan memotong bantuan dana hibah untuk pengembangan dunia pendidikan merupakan tindakan kejam dan tidak bermoral. Apalagi dilakukan oleh pejabat atau wakil rakyat.
“Menurut saya itu tidak bermoral, sangat berlebihan dan melukai hati masyarakat. Terlebih bantuan itu untuk dunia pendidikan,” ucap Zamzam.
Ditambahkan Zamzam, para pelaku yang 9 orang itu seakan tidak bercermin pada kasus pemotongan hibah yang pernah terjadi dan menyeret sejumlah pejabat daerah termasuk mantan Sekda Kabupaten Tasikmalaya Abdul Kodir pada tahun 2017 silam.
“Harusnya itu menjadi cermin, jangan lantas diulangi lagi diulangi lagi. Tentunya sebagai warga, saya sangat kecewa dengan tindakan koruptif,” ujar Zamzam.
Zamzam berharap, kedepan proses pencairan hibah harus lebih selektif, jangan sampai terjadi kasus-kasus pemotongan berikutnya yang seolah dana hibah tersebut menjadi bancakan para oknum yang haus akan kekayaan.
“Jangan sampai bantuan yang seharusnya untuk pembangunan atau kesejahteraan masyarakat justru hanya mensejahterakan oknum tertentu,” ungkap Zamzam.
Hal senada diungkapkan Muhammad Fuad warga Kecamatan Sukarame Kabupaten Tasikmalaya. Ia menganggap, tindakan korupsi terhadap lembaga atau yayasan keagamaan diganjar dengan hukuman yang berat dan tanpa kompromi. Karena menyangkut dunia pendidikan generasi bangsa kedepan.
Pemerintah pusat atau daerah, harus membuat sistem yang menutup celah para oknum tertentu untuk melakukan korupsi pada bantuan hibah. Karena di Kabupaten Tasikmalaya, bantuan hibah selalu menjadi sasaran empuk oknum pejabat baik di legislative maupun eksekutif untuk meraup keuntungan demi kantong pribadi atau golongan.
“Harus ada, sistem yang menutup celah itu. Karena kasus pemotongan ini bukan hanya kali ini saja terjadi, sudah ada beberapa kali termasuk saya mendengar terjadi juga pada tahun 2020 kemarin yang saat ini masih ditangani kejaksaan,” harap Fuad.
Diketahui, kerugian keuangan negara akibat pemotongan hibah terhadap 26 lembaga yang dilakukan berisinial UM (47), WAN (46), EY (52), HAJ (49), AAF (49), FG (35), AL (31) BR (41) dan PP (32) mencapai Rp 5,2 Miliar lebih.
(Firmansyah/MI)