Beranda Hukum & Kriminalitas Geliat Mafia Tanah : Berbekal Kewarisan Palsu Mengklaim Tanah Orang Lain

Geliat Mafia Tanah : Berbekal Kewarisan Palsu Mengklaim Tanah Orang Lain

8
Ahli Waris Imas Umroh memasang plang klaim kepemilikan, akan tetapi berbekal PAW yang didasarkan pada SKAW No. 474.3/509/WRS/Tapem 23 September 1996 yang telah DICABUT tertanggal 14 Desember 2006, yang berarti H. Toyib bin Hasan dengan Imas Umroh tidak ada hubungan. Masih mengaku berhak?

Bandung, Pelitaindonews – Sebuah kisah lama yang sempat terkubur selama hampir tiga dekade kembali mencuat ke permukaan. Berawal dari surat warisan yang terbit tahun 1996, kini terungkap bahwa dokumen tersebut bukan hanya penuh kejanggalan, tetapi juga telah dinyatakan batal demi hukum oleh negara sejak 2006.

Dalam dokumen itu, seorang warga bernama Charmid, pada 4 September 1996, mengajukan permohonan Surat Keterangan Ahli Waris (SKAW) atas nama almarhum H. Tayib. Dalam permohonannya, Charmid mengklaim dirinya bersama 11 orang lainnya adalah ahli waris sah dari H. Tayib, tokoh yang disebut pernah menikah dengan tiga perempuan berbeda: Ny. Imot, Ny. Halimah, dan Ny. Enda.

SKAW itu sempat melahirkan pengakuan resmi. Tapi belasan tahun kemudian, fakta berkata lain: dua saksi mencabut kesaksian, Kepala KUA menyatakan surat nikah batal, dan Pemerintah Kabupaten Bandung pun mencabut SKAW secara resmi karena terbukti mengandung data palsu.

Kini, keluarga sah almarhum H. Tayib angkat bicara. Mereka merasa telah dirugikan oleh keberadaan surat warisan yang belakangan diduga dipalsukan sejak awal.

Dalih Warisan, Dokumen Disusun dengan Detil

Dokumen permohonan SKAW yang diajukan Charmid disusun sangat detil. Di dalamnya tertulis bahwa H. Tayib menikah dengan Ny. Imot pada 1941, dengan Ny. Halimah pada 1970, dan dengan Ny. Enda pada 1978.

Dari ketiga perempuan itu disebutkan lahir anak-anak berikut:

  • Dari Ny. Imot: H. Junaedi, H. Bakar, dan H. Daud.
  • Dari Ny. Halimah: H. Bahrum.
  • Dari Ny. Enda: Imas Umroh.

Dokumen juga memuat nama-nama cucu dan cicit, serta lampiran fotokopi surat nikah, surat pernyataan para ahli waris, surat kematian, dan bahkan kesaksian dua orang warga bernama Adung Aldasim dan Emed bin Asmita. Di atas kertas, semuanya tampak lengkap dan meyakinkan.

Tak lama setelah diajukan, SKAW itu diterbitkan oleh Pemerintah Kabupaten Bandung pada 23 September 1996, dengan Nomor 474.3/509/WRS/TAPEM.

Namun, sebagaimana diungkap oleh Kapo Sutarya, salah satu cucu dari H. Bahrum bin Tayib, SKAW itu ibarat “dongeng yang disusun rapi”—dan itu akhirnya terbukti.

“Itulah dongeng mereka,” ujar Kapo kepada wartawan, Senin (15/4/2025) sore, seraya menunjukkan dokumen asli penyidikan dan surat pencabutan SKAW.

Patah di Tengah Jalan: Saksi Mencabut, Negara Membatalkan

Pada 2 Agustus 2006, Kapo melaporkan kasus ini ke pihak berwajib dengan Laporan Polisi No. LP/247/VIII/2006/Satga, setelah menemukan bahwa SKAW tersebut dijadikan dasar klaim warisan yang tak pernah dikonfirmasi kepada ahli waris sah.

Hasil penyidikan mengejutkan. Kedua saksi kunci dalam dokumen—Adung Aldasim dan Emed bin Asmita—mencabut kesaksiannya secara resmi. Mereka menyatakan bahwa keterangan yang dulu mereka berikan tidak benar.

Sementara itu, Kepala Kantor Urusan Agama (KUA) Bojongsoang, Sdr. Jaka, menyatakan bahwa surat nikah yang dilampirkan dalam dokumen permohonan SKAW tidak pernah terdaftar secara resmi, sehingga batal demi hukum.

Dengan semua fakta tersebut, pada 14 Desember 2006, Pemerintah Kecamatan Bojongsoang mengeluarkan surat resmi pencabutan SKAW melalui Nomor 474.3/496/Kec. Dalam surat itu dinyatakan bahwa SKAW 1996 tidak berlaku dan tidak bisa dipertanggungjawabkan secara hukum karena mengandung data palsu.

Klaim Warisan Tanpa Dasar

Pencabutan SKAW itu berarti menggugurkan seluruh klaim kewarisan dari 12 nama yang tercantum, termasuk:

  • Asep Pendi alias H. Anwar,
  • Imas Umroh,
  • dan nama-nama lainnya yang sempat tercatat sebagai ahli waris.

Namun meski SKAW telah dinyatakan tidak sah, beberapa pihak disebut masih terus menggunakan dokumen itu untuk mengklaim hak waris atas tanah dan aset peninggalan H. Tayib.

“Sejak 1996 mereka hanya mengaku-ngaku. Ini harus dihentikan. Sudah saatnya ditindak karena menggunakan dokumen palsu dalam akta otentik,” tegas Kapo Sutarya.

Akan Tempuh Jalur Hukum

Keluarga besar almarhum H. Bahrum bin Tayib melalui kuasa hukum mereka mengaku tengah menyiapkan langkah hukum lanjutan untuk memastikan bahwa penyalahgunaan dokumen warisan palsu seperti ini tidak berulang.

“Kami ingin ada efek jera dan kepastian hukum. Tak boleh ada lagi yang memanfaatkan dokumen palsu untuk merampas hak orang lain,” kata Kapo.

Hingga berita ini ditayangkan, kuasa hukum ahli waris H. Bahrum bin Tayib, Bernard Simamora, S.Si., S.IP., S.H., M.H., yang dihubungi wartawan masih belum memberikan tanggapan resmi.

Kasus ini menjadi pengingat keras bahwa keabsahan dokumen warisan tidak bisa hanya dilihat dari kertas, melainkan harus diuji keasliannya berdasarkan hukum. Ketika data dipalsukan, maka kertas itu tak ubahnya seperti cerita fiksi yang bisa merugikan banyak pihak. (Ans)

Terima kasih atas Koemntar Anda. Ikuti terus kontens portal ini.