Perubahan kebijakan politik bermula dari pemilu sebagai perwujudan saluran aspirasi masyarakat. Penyaluran aspirasi melalui suara dalam pemilu akan sangat berpengaruh bagaimana kebijakan pemerintah provinsi Jawa Tengah lima tahun kedepan. Oleh karena itu melalui Pemilu sangat diharapkan wakil rakyat yang terpilih bisa bersuara untuk kepentingan masyarakat termasuk Madrasah Diniyah (Madin) di Jawa Tengah.
DPRD Provinsi Jawa Tengah sebagai lembaga legislatf salah satu tugasnya menyusun regulasi tingkat daerah yang disebut dengan peraturan daerah. Peraturan ini akan menjadi landasan yuridis dalam pengambilan kebijakan di tingkat provinsi. Disamping itu akan bisa memperkuat legalitas MDT di tengah masyarakat Jawa Tengah. Sehingga eksistensi MDT akan semakin memiliki makna dalam mencapai tujuan pendidikan nasional. Lebih dari itu masyarakat Jawa Tengah akan tergugah kesadarannya dengan memahami pentingnya pendidikan MDT.
Beberapa tahun yang lalu ketika muncul kebijakan full day school mayoritas Ulama, Kyai dan komunitas MDT menolak. Bahkan saat itu Rois Syuriyah PWNU sampai turun jalan untuk menolak full day school. Sebuah kebijakan politik hanya bisa dilawan dengan gerakan politik. Gerakan politik yang terstrutur sangat strategis bila diperjuangkan oleh para anggota dewan yang berpihak kepada kepentingan MDT di Jawa Tengah. Mereka memiliki kewenangan legislasi, pengawasan dan budgeting. Ketiga kewenangan tersebut akan memiliki kekuatan bila mendapatkan kursi yang mayoritas.
Mewujudkan Perda MDT di Jawa Tengah pertama bisa melalui jalur inisiatif anggota DPRD dengan kekuatan jumlah kursi yang ditetapkan oleh peraturan. Kedua bisa melalui jalur eksekutif yang mengusulkan Perda, dalam hal ini Bupati, Wali Kota dan Gubernur. Selaku kelompok masyarakat hanya bisa mengusulkan raperda kepada anggota legislatif. Tetapi usulan tersebut tentu melalui proses yang panjang dengan langkah langkah politis.
Semenjak tahun FKDT terbentuk di Jawa Tengah beberapa kali mengundang anggota legislatif, namun belum bisa memberikan angin yang segar untuk perkembangan MDT di Jawa Tengah. Sehingga sampai mendekati pemilu 2024 belum muncul kebijakan regulasi untuk MDT.
Raperda MDT Jawa Tengah masih sebatas wacana diluar arena gedung DPRD Jawa Tengah. Tampaknya FKDT Jawa Tengah belum pernah mendiskusikan secara intens tentang regulasi yang memperkuat MDT di Jawa Tengah.
Sekarang kita sudah saatnya memiliki komitmen untuk perubahan. Perubahan yang berimbas kepada Madin (Madrasah Diniyah Takmiliyah) yang menjadi harapan kita bersama. Oleh karena itu pergerakan secara bersama akan menjadi kekuatan untuk melakukan perubahan yang akan menjadikan MDT semakin memiliki nilai yang tinggi ditengah tengah masyarakat.
Bagaimana kita memulai perubahan? Momentum tahun politik saat sekarang harus kita manfaatkan sebaik baiknya. Perubahan kebijakan pemerintah tidak lepas dari kekuatan politik yang akan diukur dengan kekuatan suara pada pemilu 2024. Kalau mindset politik kita tidak ada perubahan jangan berharap ada perubahan untuk Madin untuk lima tahun kedepan.
Oleh karena itu bahasa negatif yang muncul disaat Ustad MDT bergerak pada arena politik pemilu jangan sampai mengkerdilkan pemikiran kita. Namun sebaliknya kita berupaya memberikan pemahaman yang santun dengan pendekatan persuasif. Peta pemikiran selaku Guru MDT sebagai orang yang berilmu tentu lebih mengedepankan keberlangsungan MDT secara umum.
Partisipasi politik dalam kehidupan berdemokrasi akan memilki kualitas bila mental cerdas pemilih menjadi warna dalam pelaksanaan pemilu. Mahalnya partisipasi politik guru MDT akan diukur dengan komitmen pengambil kebijakan yang berpihak kepada MDT secara umum.
Disisi inilah kita membutuhkan kendaraan politik bisa menjalin komitmen secara formal dengan komunitas MDT se Jawa Tengah untuk kepentingan eksistensi MDT. Oleh karena itu suara pemilu dari komunitas MDT di Jawa Tengah akan menjadi sumber kekuatan politik yang bisa diperhitungkan oleh.para kompetitor dalam Pemilu 2024 ketika seluruh komunitas MDT di Jawa Tengah mengikuti barisan yang akan memenangkan kontestasi Politik. (*)