
Bandung, pelitaindo.news | Mediasi sengketa kepemilikan tanah yang digelar di Kantor Kecamatan Ujung Berung, Kota Bandung, Kamis (19/6/2025), berubah menjadi polemik serius setelah muncul dugaan pemalsuan tanda tangan pejabat dalam dokumen yang dipermasalahkan.
Forum mediasi tersebut dipimpin oleh Pelaksana Tugas (Plt.) Sekretaris Camat Ujung Berung, Banju Sagara, S.H., menggantikan peran camat definitif yang tidak hadir. Pertemuan itu menghadirkan sejumlah pihak yang terlibat dalam sengketa, termasuk kuasa hukum, tokoh masyarakat, serta perwakilan dari lembaga yang disebut terkait dalam konflik tanah tersebut.
Sejak awal, suasana mediasi sudah diwarnai sejumlah kejanggalan. Undangan resmi yang seharusnya ditandatangani oleh Camat Ujung Berung justru dibuka dan dipimpin langsung oleh Plt. Sekcam tanpa kejelasan mandat dari camat definitif. Ketegangan meningkat saat dokumen-dokumen yang ditampilkan dalam forum menunjukkan adanya tanda tangan atas nama H. Maman Sukhman, mantan Camat Ujung Berung.
Dalam kesempatan itu, H. Maman Sukhman yang hadir secara langsung menyampaikan bantahan tegas. Ia menyatakan bahwa tanda tangan dalam dokumen tersebut bukan miliknya, dan menduga kuat adanya unsur pemalsuan.
“Ini bukan tanda tangan saya. Saya tidak pernah menandatangani dokumen ini. Saya minta pihak berwenang segera menyelidiki ini secara tuntas,” ujar H. Maman Sukhman di hadapan peserta mediasi.
Forum ini turut dihadiri oleh sejumlah nama penting, antara lain Acep Pendi, Herianto, Bernard Simamora, S.Si., S.IP., S.H., M.H., M.M., Banelaus Naipospos, S.H., M.H., Andres Tomi, serta perwakilan dari Yayasan Taruna Bhakti. Selain itu, hadir pula Cecep Kurnia, S.H.
Sejumlah media yang meliput acara turut mencermati keabsahan dokumen yang disampaikan dalam forum dan menyampaikan keraguan atas legalitas sebagian bukti yang dipresentasikan.
Dugaan pemalsuan tanda tangan ini menjadi sorotan utama dan dipandang sebagai pelanggaran serius terhadap integritas administrasi publik. Sejumlah pihak mendesak agar perkara ini tidak berhenti pada tahap mediasi semata, melainkan dilanjutkan ke proses penyelidikan hukum yang lebih mendalam.
Kasus ini diperkirakan akan terus mencuat dan menjadi perhatian publik, mengingat menyangkut kredibilitas pejabat pemerintahan serta potensi penyalahgunaan kewenangan dalam pengelolaan administrasi pertanahan di tingkat kecamatan. (Dani)