Bupati Semarang Melalui Sekdis Kominfo, Terima Audensi Keluarga Korban Pencabulan Pagersari

KAB. SEMARANG (pelitaindo.news) – Setelah sekian lama menunggu disposisi surat audensi yang dikeluarkan oleh Penajournalis guna menyampaikan keinginan dari pihak keluarga korban pencabulan yang berharap bisa untuk curhat menyampaikan terkait apa yang telah dialami oleh korban kepada Bupati Semarang yang dianggap sebagai bapak masyarakat, bertempat di ruangan meeting gedung A kantor bupati Semarang, Selasa (15/11/2022) sekitar pukul 09.00 WIB dan diterima oleh Sekdis Kominfo  Vega Lazuardi S.STP., beserta jajaran diantaranya lembaga bantuan hukum pemkab Semarang yang diwakili oleh Endang Pujiati SH., MH , Virginia Orchid A.Md, Keb perwakilan dinas DP3AKB, dan Prima Rizki Rahmasari perwakilan Dinsos.

Sementara pihak korban diantaranya orang tua korban NH, korban (bunga), Agus Purnomo Wapinum penajournalis.com dan Asep NS selaku Pimpinan Redaksi Penajournalis.com yang juga sebagai wali dari korban.

Dilayangkannya surat audensi tersebut bertujuan agar pihak korban mendapatkan empaty dari Bupati Semarang, yang mana keluarga korban menganggap bahwa Ngesti Nugraha selaku Bupati adalah bapak mereka dan orang nomor 1 di Kabupaten Semarang.

Dialog dan searing tersebut diawali oleh Sekdis Kominfo Kab. Semarang Vega Lazuardi, S.STP., MM, dan mempersilahkan pihak keluarga korban yang diwakili oleh Agus Purnomo dan Asep NS untuk menyampaikan tujuan audensi.

Dialog dan searing dalam audensi tersebut penuh haru, dimana Sekdis Kominfo Vega Lazuardi S.STP., MM sangat prihatin dengan kejadian yang menimpa korban, disampaikan Sekdis Kominfo, “Saya ikut prihatin dengan apa yang telah menimpa korban, dan semoga hal ini tidak terjadi lagi kepada anak-anak Indonesia pada umumnya, dan anak-anak generasi bangsa lainnya yang berada di wilayah kepemerintahan Pemkab Semarang,” ujarnya.

Ditambahkan oleh Sekdis Kominfo, “Kami akan segera melaporkan hasil audensi ini ke bapak Bupati, serta akan berkoordinasi dengan para pimpinan dinas-dinas terkait yang saat ini dihadiri oleh para perwakilannya”.

Sementara dari lembaga bantuan hukum pemkab Semarang, menyampaikan, “Untuk sistem peradilan anak ini menggunakan UU sistem peradilan anak tahun 2012, dan melalui tahapan-tahapan yang telah ditentukan, akan tetapi jika dari pihak keluarga korban memerlukan pendampingan konsultasi dari pihak kami maka kami bersedia”.

“Serta untuk kejelasan lebih lanjutnya akan diterangkan oleh Dinsos dan dinas terkait lainnya yang berwenang dalam penanganan kasus seperti ini,” tukasnya.

Virginia Orchid, A.Md.Keb Perwakilan dinas DP3AKB yang membantu dalam perlindungan serta pelayanan terhadap anak dan keluarga berencana, “Kami akan coba mendampingi Terkait penanganan trauma healing apabila memang dirasa korban harus diberikan penanganan secara intensif Terkait pemulihan psikologisnya”.

Prima Rizki Rahmasari Perwakilan dinas sosial yang pada saat pertemuan mediasi di rumah korban dua bulan silam mengatakan, “Saat ini pelaku sudah difasilitasi oleh LPKS Antasena Magelang, dan mendapatkan pembimbingan selama enam bulan, lalu setelah itu akan dikembalikan ke pihak keluarganya”.

Proses diantarnya pelaku ke LPKS hari Jumat seperti yang disampaikan oleh Prima Rizki Rahmasari perwakilan dinas sosial tersebut, padahal secara pantauan team dan pihak korban, pelaku diantarkan ke Polres Semarang sebelum di alihkan ke LPKS Magelang adalah hari Senin tanggal 07 November 2022, Lalu selama  jeda waktu dari hari Senin ke Jumat kemana pelaku dibawa?.

Agus Purnomo Wapinum Penajournalis mengatakan, “Kalau kami mendengar bahwa pelaku sudah mendapatkan pembinaan atau pembimbingan melalui LPKS Antasena Magelang, lalu ketetapannya seperti apa?, dan bagaimana terkait penanganan terhadap korban? juga apa hak dan keadilan yang akan didapatkan oleh korban sementara pihak Dinsos sendiri mengatakan untuk penanganan trauma psikis (trauma healing) hanya dilakukan sekali saja semenjak pelaporan hingga pelaku dipisahkan dari orangtuanya”.

“Apakah dengan hanya dilakukan pembinaan di LPKS tanpa adanya proses efek jera itu bisa menjamin akankah sang pelaku bisa sembuh dari kejahatan yang sudah dilakukannya? Siapa yang bisa menjamin itu? Sementara pihak korban sendiri mengalami buliying dan harus mendapatkan situasi dan lingkungan baru guna mencegah trauma psikisnya kembali dan malah membuat korban teringat akan kejadian yang telah merusaknya?”.

“Saya melihat disisi ini, kurang adanya rasa keadilan yang diterima oleh korban dan orangtua korban,” ungkapnya.

“Yang intinya, coba kita bayangkan, jika pelaku sudah direhabilitasi selama 6 bln kemudian pulang di rumahnya, melakukan aktifitas sekolah seperti biasanya, dimana  perasaan korban dan orangtua korban, akankah korban pindah rumah dan pindah sekolah untuk menghindari trauma dekat dengan pelaku, Karena notabene rumah pelaku bersebelahan dengan rumah korban, lalu biayanya darimana untuk pindah sekolah dan pindah rumah, menjaminkah pemerintah klau pelaku tidak akan mengulangi perbuatannya?”, tukas Agus Purnomo.

Asep NS selaku Pimpinan Redaksi menyampaikan, “Kami tidak akan mengintervensi terkait kinerja kepolisian, namun apabila pada saat mediasi yang dilakukan dirumah korban yang mana dihadiri oleh pihak Bappas  dan Dinsos tempo hari, orangtua pelaku mengakui bahwa itu adalah kelalaiannya, apakah itu tidak dijerat dengan kelalaian tersebut oleh pihak kepolisian?”.

“Yang akan kami kejar adalah Restitusi dan Kompensasi sesuai dengan Perma no 1 tahun 2022, yang mana korban tindak pidana berhak mendapatkan kompensasi dan restitusi dari negara guna keberlangsungan pendidikannya, serta pengembalian trauma healing korban”.

“Namun ada hal yang sangat kami sayangkan, pada saat diskusi di Polres Semarang yang dihadiri oleh Kasat Reskrim, KBO, penyidik PPA, dan pihak keluarga korban, polisi menyebutkan bahwa akan mengeksekusi pelaku dan memberikan surat ketetapan nya kepada pihak keluarga korban, akan tetapi kenyataannya proses eksekusi tersebut tidak dilakukan, yang ada malah pelaku diantarkan sendiri oleh orang tuanya “.

“Konsisten kah kinerja kepolisian? Profesional kah kinerja kepolisian dengan seperti itu? Apalagi dengan diterapkannya pasal UUSPA tahun 2012, dengan alasan polisi tidak ingin disalahkan pada saat penanganan kasusnya ?”.

“Kami dari pihak keluarga korban akan terus berjuang untuk mendapatkan keadilan yang sebenarnya “Fiat Justicia Ruat Caelum” walaupun esok dunia akan musnah, keadilan harus tetap ditegakkan”.

Diakhir statementnya Asep NS berharap, emoga Bupati Semarang dapat turun langsung berkunjung ke rumah korban dan memberikan empaty nya, dan adanya dorongan pada saat pengajuan Restitusi dan Kompensasi sesuai dengan Perma No 1 Tahun 2012.

Informasi terbaru dari perwakilan Dinsos, pengiriman pelaku ke Antasena dilakukan Senin, 07/11/22. Jumat Minggu sebelumnya tanggal 04/11/22 adalah pemberitahuan dari Polres untuk rencana pengantaran ke Antasena. *(Team Liputan)