Anggota DPRD Pangandaran Angkat Bicara Terkait Status Tanah PT. Trijaya Permana Sejati

Modusinvestigasi.Online, Pangandaran – Anggota DPRD kabupaten Pangandaran Otang Tarlian ST, Menyikapi adanya kericuhan warga yang menghadang alat berat yang di turunkan PT. TRIJAYA PERMANA SEJATI, mengundang banyak keprihatinan.

Menurut Otang Karena berdasarkan sepengetahuannya Tanah ex. PT. STARTURST yang berada di Desa Pananjung Kecamatan Pangandaran, yang telah di split atau di pecah menjadi 8 bidang tanah ex. HGB, sampai saat ini belum ada bukti peralihan Hak dengan instrument apapun baik itu AJB, Hibah dan lain-lain imbuhnya.

Berdasarkan data yang ada Otang menjelaskan terkait atas objek tanah sebagaimana tersebut di atas bahwa pernah dilakukan gugatan perdata pada Pengadilan Negri Ciamis dengan perkara Nomor : 01/pdt.G/2014/PN Ciamis, antara yayasan gawanesa (Gabungan Ahli Waris Nyi Mas Entjeh Alias Siti Aminah) sebagai Penggugat Melawan PT. STARTRUST, Dkk.

Menurutnya penetapannya menjelaskan bahwa Gugatan perdata tersebut telah di cabut oleh para penggugat, sehingga berakibat mencabut register perkara dalam buku kepanitraan Pengadilan Negeri ciamis, artinya perkara tersebut dapat dinyatakan belum memiliki kekuatan hukum yang tetap (Inkracht van gewijsde) imbuhnya.

Namun jika adanya suatu perdamaian antara para pihak maka haruslah di buatkan akta perdamaian (Akta Vandading) dan di tetapkan dalam suatu putusan/penetapan oleh majelis Hakim pemeriksa perkara A-quo. Jadi kesimpulannya dalam sengketa dan atau perkara A quo masih dapat dimungkinan dilakukannya pendaftaran gugatan perdata lagi dengan kata lain masih dimungkinkan di lakukannya upaya hukum kembali melaui Pengadilan Negri Ciamis tandasnya.

Untuk itu masih perlunya di lakukan upaya-upaya sosialisasi dan atau mediasi non litigasi dengan para pihak terkait. Bahwa pada prinsipnya dengan diterbitkannya pemberian hak atas 8 (delapan) objek tanah sebagaimana tersebut di atas dengan status SHGB (Sertifikat Hak Guna Bangunan) yang diperuntukan sebagai Pembangunan Kawasan Wisata Terpadu (Hotel, Villa Estate dan Fasilitas Penunjangnya), sebagaimana dimaksud dalam Surat Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi Jawa Barat Nomor : 1423/HGB/KWBPN/1997 tanggal 7 Februari 1997,  itu telah memberikan penjelasa bahwa 8 objek tanah sebagaimana di atas.

Artinya hingga sampai saat ini belum juga dilakukan sesuai dengan tujuan pemberian Hak SHGB tersebut, sebagaimana ketentuan Surat Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi Jawa Barat tersebut.

Jadi dapat dikualifikasikan Tanah tersebut diduga terindikasi terlantar.

Menurut Otang pada fakta dilapangan dapat dilihat secara fisik tanah tersebut diduga Terindikasi Sebagai Tanah Terlantar, Yang dimaksud dengan “tanah yang terindikasi terlantar” adalah tanah hak atau dasar penguasaan atas tanah yang tidak diusahakan, tidak dipergunakan, atau tidak dimanfaatkan sesuai dengan keadaan atau sifat dan tujuan pemberian hak atau dasar penguasaannya yang belum dilakukan identifikasi dan penelitian. Sedangkan yang disebut tanah terlantar, Berdasarkan Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2010 tentang Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Terlantar, menyatakan bahwa :

“Obyek penertiban tanah terlantar meliputi tanah yang sudah diberikan hak oleh Negara berupa Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai, dan Hak Pengelolaan, atau dasar penguasaan atas tanah yang tidak diusahakan, tidak dipergunakan, atau tidak dimanfaatkan sesuai dengan keadaannya atau sifat dan tujuan pemberian hak atau dasar penguasaannya.”ungkap Otang.

Objek Penertiban Tanah Telantar sesuai ketentuan Pasal 7 Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2021 tentang Penertiban Kawasan dan Tanah Terlantar, menyatakan bahwa :

Objek penertiban Tanah Telantar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) meliputi tanah hak milik, hak guna bangunan, hak guna usaha, hak pakai, Hak Pengelolaan, dan tanah yang diperoleh berdasarkan Dasar Penguasaan Atas Tanah.

Tanah hak milik menjadi objek penertiban Tanah Telantar jika dengan sengaja tidak dipergunakan, tidak dimanfaatkan, dan/atau tidak dipelihara sehingga:

dikuasai oleh masyarakat serta menjadi wilayah perkampungan;

dikuasai oleh pihak lain secara terus-menerus selama 20 (dua puluh) tahun tanpa adanya hubungan hukum dengan Pemegang Hak; atau

fungsi sosial Hak Atas Tanah tidak terpenuhi, baik Pemegang Hak masih ada maupun sudah tidak ada imbuhnya.

Lanjut Otang Tanah hak guna bangunan, hak pakai, dan Hak Pengelolaan menjadi objek penertiban Tanah Telantar jika dengan sengaja tidak diusahakan, tidak dipergunakan, tidak dimanfaatkan, dan/atau tidak dipelihara terhitung mulai 2 (dua) tahun sejak diterbitkannya hak.

Tanah hak guna usaha menjadi objek penertiban Tanah Telantar jika dengan sengaja tidak diusahakan, tidak dipergunakan, dan/atau tidak dimanfaatkan terhitung mulai 2 (dua) tahun sejak diterbitkannya hak ungkapnya.

Tanah yang diperoleh berdasarkan Dasar Penguasaan Atas Tanah menjadi objek penertiban Tanah Telantar jika dengan sengaja tidak diusahakan, tidak dipergunakan, tidak dimanfaatkan, dan/atau tidak dipelihara terhitung mulai 2 (dua) tahun sejak diterbitkannya Dasar Penguasaan Atas Tanah.

Lanjut Otang sebaiknya  ada opsi atau solusi lain dalam menyikapi persoalan terkait objek tanah tersebut demi kemaslahatan dan kepetingan Pemerintah Daerah, yaitu pemerintah daerah dengan ini seharusnya melakukan langkah-langkah dengan  mengajukan/mengusulkan kepada kepala Kantor Wilayah ATR BPN Propinsi Jawa Barat, dengan permohonan penetapan sebagai tanah terlantar yang nantinya pendayagunaannya dapat dimohon untuk menjadi milik dan atau dikuasai langsung oleh Pemerintah Daerah kabupaten Pangandaran untuk pengembangan dan pembangunan tata Kelola pariwisata Kabupaten Pangandaran yang dapat menunjang visi Menuju Tujuan Wista yang mendunia tegas Otang.

(Budi)