JAKARTA – Amnesty International Indonesia menilai penangkapan Heru Budiawan alias Budi Pego, aktivis penolak tambang emas Tumpang Pitu, Banyuwangi, Jawa Timur mencederai wajah peradilan.
Usman Hamid selaku Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia mengatakan penangkapan Budi Pego juga menunjukkan ketidakbebasan bagi mereka yang berusaha melindungi lingkungan.
Menurut Usman, Budi Pego ditangkap hanya karena memiliki sikap yang kritis atas proyek tambang emas di lingkungannya. Usman menyebut alih-alih melindungi hak Budi untuk berpendapat dan berekspresi damai, aparat penegak hukum justru membungkamnya.
“Ini juga mencederai wajah badan peradilan tertinggi, yaitu Mahkamah Agung (MA) yang merupakan benteng terakhir keadilan,” ujarnya melalui keterangan resmi, Minggu (26/03/2023).
Usman menilai penangkapan Budi Pego juga bisa memunculkan efek gentar bagi siapa saja yang memiliki pendapat berbeda dari kebijakan yang didukung negara. Terutama pembela HAM, aktivis lingkungan, dan masyarakat lokal yang berjuang menyelamatkan dan melindungi lingkungan dari kerusakan.
Menurutnya, sudah banyak pejabat termasuk Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang berkali-kali menyerukan agar setiap orang ikut ambil bagian dalam upaya menyelamatkan lingkungan hidup.
Menurutnya, apa yang menimpa Budi Pego menunjukkan negara melalui pemerintah khususnya aparat kepolisian dan kejaksaan justru terlihat inkonsisten dengan komitmen mengatasi perubahan iklim dan melindungi sumber daya alam, seperti yang selalu disuarakan di forum-forum nasional dan internasional.
“Kami mendesak agar Budi Pego segera dibebaskan dengan tanpa syarat dan bisa menjalani proses hukum secara adil, memiliki akses pendampingan dan keluarga. Berpendapat itu tidak tidak boleh diintervensi. Dan berekspresi secara damai bukan tindak kriminal,” pungkas Usman.
Menurut informasi yang diterima Amnesty International Indonesia, Budi Pego tiba-tiba ditangkap tanpa penjelasan oleh belasan anggota Polresta Banyuwangi dan Kejaksaan Negeri Banyuwangi pada Jumat (24/3) sekitar pukul 17.00 WIB.
Budi Pego langsung ditahan dan saat ini berada di Lapas Banyuwangi dengan penahanan dari Kejaksaan RI Banyuwangi. Penahanan atas Budi Pego didasarkan pada putusan kasasi MA yang menjatuhkan hukuman empat tahun penjara terhadap dirinya. Penahanan ini sendiri sudah dipeti-es-kan selama lima tahun.
Budi Pego merupakan salah satu warga Kecamatan Pesanggaran, Banyuwangi, yang melakukan aksi pemasangan spanduk penolakan tambang emas Tumpang Pitu pada 4 April 2017.
Aksi tersebut kemudian dituduh aparat keamanan telah menggunakan logo mirip palu arit, kendati selama proses pembuatan spanduk warga diawasi dan didampingi langsung oleh Babinmas dan Babhinkamtibmas Kecamatan Pesanggrahan.
Budi Pego dijerat Pasal 107a KUHP karena dituduh melakukan tindak pidana penyebaran dan mengembangkan ajaran Marxisme, Komunisme, dan Leninisme.
Kendati dalam fakta persidangan barang bukti spanduk mirip palu arit tersebut hilang, Budi Pego dijatuhi vonis 10 bulan penjara oleh Pengadilan Negeri (PN) Banyuwangi, yang diperkuat PN Jatim setelah banding dari jaksa dan tim kuasa hukum.
Kemudian pada 16 Oktober 2018, Mahkamah Agung meningkatkan vonis Budi Pego menjadi pidana empat tahun berdasar hasil pengajuan kasasi.
Budi Pego mendapat surat eksekusi tahap I atas putusan kasasi tersebut pada 7 Desember 2018 dan disusul surat eksekusi tahap II pada 21 Desember, namun baik yang bersangkutan maupun kuasa hukumnya belum menerima salinan putusan kasasi MA.
Nur Hidayat salah seorang warga kawasan Tumpang Pitu yang turut hadir pada jumpa pers Komnas HAM mengatakan bahwa sebelum penangkapan Budi Pego pada Jumat (24/03/2023) kemarin, warga setempat kerap mendapatkan intimidasi.
“Sebelum penangkapan Jumat kemarin, dari aparat kepolisian itu sering mengintimidasi warga dalam bentuk verbal. Misalnya, mendatangi rumah warga dan mengancam akan dikenakan Pasal 162, akhirnya warga takut,” ujar Nur Hidayat.
Selain itu, lanjut Nur Hidayat, sembilan orang warga kawasan Tumpang Pitu juga pernah dipanggil untuk melakukan klarifikasi di Polresta Banyuwangi yang juga menimbulkan ketakutan lebih lanjut bagi masyarakat penolak tambang.
Komnas HAM meyakini bahwa hak-hak Budi Pego sebagai pembela HAM sebetulnya dijamin oleh Deklarasi Pembela HAM, Undang-Undang 39 Tahun 1999 tentang HAM, serta UU Nomor 32 Tahun 2019 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
Komnas HAM juga telah menerbitkan Standard Norma dan Pengaturan (SNP) Perlindungan Pembela HAM melalui Peraturan Komnas HAM Nomor 4 Tahun 2021, di mana Pembela HAM Sektor Lingkungan Hidup tercantum di angka 46, sehingga Komnas HAM menyesalkan tindakan eksekusi terhadap Budi Pego.